Fakultas Ilmu Komunikasi Ubhara Jaya Angkat Topik Jurnalisme Investigasi di Era Post-Truth

 

FIKOM Ubharajaya – Dalam rangka memperdalam wawasan para dosen dan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Ubhara Jaya, FIKOM menyelenggarakan kuliah umum “Jurnalisme Investigasi di Era Post-Truth Dalam Mengungkap Skandal Politik dan Hukum” Selasa, 15 Mei 2018. Acara  yang diselenggarakan di Auditorium Graha Tanoto Kampus II Bekasi dihadiri dosen dan mahasiswa FIKOM.

Kuliah umum menghadirkan  dua narasumber yaitu Redaktur Majalah Tempo,  Bagja Hidayat dan Dr. Bagus Sudharmanto, M.Si selaku Dosen tetap Fakultas Ilmu Komunikasi Ubhara Jaya. Acara dibuka oleh Dekan FIKOM Aan Widodo, S.I.Kom, M.I.Kom.

Dalam bidang jurnalistik investigasi, Indonesia saat ini jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, Filipina, bahkan Nepal.  Terbatasnya kompetensi yang dimiliki awak media Indonesia menjadi salah satu penyebabnya. Terkait hal inilah Dr. Bagus menyampaikan bahwa untuk menjadi wartawan investigasi yang baik diperlukan beberapa syarat. Hal utama atau dasar adalah pengetahuan seputar teori dan konsep jurnalistik.

“Seorang jurnalis dituntut untuk memiliki pengetahuan khusus seputar topik yang diliput, penguasaan teknik peliputan, alat dan teknologi informasi, dan kemampuan analisis dalam riset dan investigasi. Jadi posisi riset dan investigasi di dalam piramida kompetensi berada di bawah setelah anda mampu memahami letak kesadaran pengetahuan,” ungkap dosen tetap FIKOM Ubhara Jaya ini.

Jurnalisme investigasi memiliki tantangan besar dan rangkaian kerja panjang yang menuntut awak media untuk memiliki sifat agresif, peka, rasa keingintahuan yang tinggi dan sikap skeptis dalam menanggapi setiap berita yang diterima. Di sisi lain, jurnalis akan menghadapi beberapa resiko dan konflik yang dihasilkan dari reaksi lembaga seiring berjalannya penyelidikan.

Fenome post-truth merupakan era dimana kebohongan yang dibuat untuk dilihat sebagai suatu kebenaran tanpa didasarkan fakta, kemampuan kognitif, ataupun logika. Salah satu faktor terjadinya era post-truth adalah perubahan kebiasaan masyarakat dalam mengakses informasi yang awalnya berasal media mainstream yang memiliki keakuratan informasi, beralih ke media sosial ataupun aplikasi chat yang tidak memiliki gatekeeper yang jelas.

“Jurnalisme investigasi merupakan punak tertinggi . Berkaitan dengan jaman pasca kebenaran ini, hati-hati mencerna sebuah informasi. Kalau sumbernya tidak jelas jangan langsung dipercaya sebelum dikonfirmasi kebenarannya terlebih bila sumber beritanya tidak jelas,” ujar Bagja Hidayat.

Di akhir materinya, Dr. Bagus menyampaikan bahwa jurnalisme investigasi berbasis kepada fakta data kebenaran. Hal inilah yang menjadi satu-satunya harapan media mainstream dapat dipercaya.